BERDIRINYA SAMARINDA
Sejak zaman dahulu putra-putra Sulawasi selatan (Bugis-makassar)terkenal dengan jiwa pelaut yg gagah berani,dengan perahu pinisinya,mereka menguasai pelayaran di sekitar Australia bahkan sampai ke Madagaskar.
Di Sulawesi selatan khususnya,sejak
abat ke-14 ada beberapa kerajaan yang terkenal seperti kerajaan GowaBone,
Sidenreng, Suppa, Wajo, Soppeng, Ajattappareng dan Luwu.
Kerajaan kerajaan itu berjaya hingga abad ke 16, dan melemah setelah kekuasaan
kompeni Belanda mulai datang sebagai penjajah.
Karena banyaknya kerajaan-kerajaan tersebut,sering terjadi konflik berupa
gesekan-gesekan kekuasaan dan keinginan untuk menguasai wilayah kerajaan lain
sebagai upaya untuk ekspansi wilayah kekuasaan dan merebut pengaruh,
Sebagai contoh antara kerajaan Gowa
dan kerajaan Bone pada tahun 1565 dan berakhir dengan perjanjian Cappa e ri
Caleppa.
Perang yang sangat besar kembali pecah bersamaan dengan penyebaran Da'wah Islam
di seluruh Wilayah Kerajaan di Sulawesi Selatan sekitar tahun 1609 -1611.
Di Ceritakan Kerajaan Gowa dan Bone berhasil bersatu saat Sultan Hasanuddin
memegang tahta kerajaan di Gowa. Bersatunya kerajaan-kerajaan tersebut meng
khawatirkan Kompeni Belanda dalam menjalankan misi dagang dan kekuasaan nya.
Kemudian kaum Impralis Belanda melakukan.
Manuver-manuver politik untuk menjatuhkan Sultan Hasanuddin. Hal-hal dilakukan
(1633-1636) dengan men Blokade di perairan Makassar tapi tidak berhasil
sehingga Belanda mengajak berdamai.
Tapi Belanda terus mencari cara, kemudian mendekati Kerajaan-kerjaan kecil agar
berpihak kepada Belanda.dan akhirnya usaha Belanda berhasil.dengan berpihaknya
Aru Pallakka dari Soppeng(Bangsawan Bone) maka peperangan Berkobar lagi , baik
di darat maupun di laut.
Dan kemudian Sultan Hasanuddin berhasil dikalahkan dan Aru Pallaka berhasil
menjadi Raja Bone atas bantuan Belanda.(1666-1667) dan pada tanggal 18 November
1667 menciptakan perjanjian Bongaya,
Perlawanan raja-raja dan rakyat Sulawesi selatan terhadap Belanda di tanah air
terus berlangsung, berbagai upaya dilakukan melawan Belanda tapi selalu
berakhir dengan kekalahan.
Banyak dari mereka disiksa dan dianiaya bila menantang Belanda . Semangat
Perlawanan rakyat Sulawesi selatan menjadi hancur berantakan setelah di tanda
tanganinya perjanjian Bongaya yang dinilai menguntungkan dan Melegalkan
keberdaan Belanda di Sulawesi selatan.
Dan kekecewaan sebagian
"Pemberani" dengan perjanjian itu menyebabkan arus Migrasi ke
berbagai penjuru Tanah air semakin besar. Mereka mengarungi lautan luas dengan
kapal Pinisinya. Ada yang terdampar di Jawa timur seperti rombongan Karaeng
Galesong dan membantu Trunojoyo menentang Belanda. Ada pula yang Hijrah ke
Banten membantu sultan Ageng Tirtayasa melawan Belanda.
Sementara yang tiba di pulau Kalimantan Antara lain Pimpinan Panglima Limbato
yang tiba di Sambiliung/Berau, sebagian di antaran mereka Hijrah ke kerajaan
Kutai Kartenegara di bawah pimpinan LA MOHANG DAENG MANGKONA.
Kedua rombongan yang tiba di Kal-tim
tercatat dalam Sejarah karena rombongan Panglima Limbato tercatat sebagai
pendiri kampung Bugis di Tanjung redeb kabupaten Berau.
Sedangkan Lamohang Daeng Mangkona diberikan tempat/Lokasi oleh Raja Kutai yang
belakangan menjadi Kota Samarinda, Ibukota Propinsi Kalimantan Timur saat ini.
Sejak permulaan tahun 1600
orang-orang Bugis telah ada yang berdiam/bertempat tinggal di sekitar Jaitan
layar di kutai, demikian juga pada masa-masa selanjutnya.dan arus imigrasi
semakin bertambah terutama ketika Rombongan dibawah pimpinan La Mohang Daeng
Mangkona hijrah ke kerjaan Kutai.
Dimana sebelumnya mereka mendarat di Muara pasir untuk menambah bekal
perjalanan, Mereka datang dengan 18 buah perahu kecil ,berjumlah 200 orang.
Sebenarnya diantara rombongan itu terdapat Bangsawab Wajo (La Pallawa Daeng
Marowa, Puanna dekke, La siraje Daeng Manambang, La Manja Daeng Malebbi, Puanna
Tereng, La Sawedi Daeng Sagala, dan Manropo Daeng Punggawa) kedatangan
rombongan ini di catat didalam #buku "Einsenberger,halaman 9,tahun 1668"
Rombongan tersebut menghadap Raja
kutai Adji Pangeran Mojo Kesumo(1650-1686) yang pada saat itu sudah berdiam di
Pemarangan (Kampung Jembayan sekarang)
Dan dari kemufakatan diberikan lokasi sekitar kampung Melanti, suatu daerah
dataran rendah yang baik untuk usaha Pertanian,Perikanan dan perdagangan.
Dengan perjanjian bahwa orang Bugis harus membantu segala kepentingan Raja
Kutai,terutama dalam menghadapi musuh.
Semula mereka memilih daerah sekitar
muara sungai karang mumus (Selili sekarang) tetapi daerah ini menimbulkan
kesulitan dalam pelayaran karena Airnya berputar selain itu terlindung oleh
gunung-gunung (gunung selili). Kemudian mereka pindah ke daerah Seberang, yakni
Samarinda Seberang saat ini
Di lokasi ini kemudian di bangun perumahan dengan bentuk Rakit-rakit, kerena di
daerah daratan masih merupakan rawa yng dalam.
Dengan rumah rakit yang berada diatas air, harus sama tinggi antara rumah satu dan lainnya,yang melambangkan "Tidak ada perbedaan derajat, apakah Bangsawan atau rakyat Biasa" semua SAMA derajatnya" Dengan lokasi yang berada di muara sungai, dan kiri kanan sengai dataran Rendah atau "RENDA" diperkirakan dari istilah inilah Lokasi pemukiman tersebut dianamakan SAMARENDA atau lama kelamaan dengan ejaan menjadi SAMARINDA.
Ketika Pemerintah Belanda menjadikan
Lokasi Samarinda kota sebagai pusat Pemerintah di Afdeeling Oost-Borneo. Maka
peranan Samarinda kian berkurang dan akhirnya perkampungan Samarinda menjadi
SAMARINDA SEBERANG
(Baca tulisan sebelumnya)
Catatan: Dari penelitian di beberapa tempat tentang nama SAMARINDA ini, ternyata diartikan sebagai;
- Di Propinsi Sulawesi Utara ada
kota Kecamatan
Yang bernama Samarindo dan sebuah warung
Yang bernama Samarindo. Dan ketika ditanyakan arti Samarindo itu adalah
kampungYang menghadap ke Matahari terbit. Kalau kita berdiri di Dermaga
Samarinda Seberang dan menghadap ke Bukit Selili maka Matahari terbit dapat
terlihat dari sana.
- Kemudian di Propinsi Nangro Aceh Darussalam Di daerah pantai timur antara Sigli dan Bireun Ada desa yang bernama Samaindra dari Samarindo.
Mengutip dari Buku "Merajut
Kembali Sejarah Kota Samarinda" (MKSKS) Pemkot Samarinda
Semoga bermanfaat menambah wawasan
(Chiel ipeth)
Situs Peninggalan Kerajaan Kutai Kartanegara ¤æ╬» Kutai Lama, Disini konon Pua Ado La Mohang Daeng Mangkona bersama 200 orang pengikutnya.