Upacara Adat Dayak
Latar Belakang dan Adat Istiadat Kalimantan Tengah
Dalam arti luas Pulau
Kalimantan meliputi seluruh pulau yang juga disebut dengan Borneo dalam wilayah
indonesia. Asal mula Suku Dayak di Kalimantan adalah migrasi bangsa Cina dari
Provinsi Yunnan di Cina Selatan pada 3000-1500 SM (Sebelum Masehi). Sebelum
datang ke wilayah Indonesia, mereka mengembara terlebih dahulu ke Tumasik dan
semenanjung Melayu.
Adapun
latar belakang dan adat istiadat dari suku dayak Kalimantan Tengah yaitu:
1. Upacara Tiwah Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah tempat semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia.
Upacara Tiwah bagi suku Dayak sangatlah sangatlah sakral, pada acara Tiwah ini sebelum tulang-tulang orang yang sudah mati tersebut di antar dan diletakkan ke tempatnya ( sandung ), banyak sekali acara-acara ritual, tarian, suara gong maupun hiburan lain. sampai akhirnya tulang-tulang tersebut di letakkan di tempatnya ( Sandung ).
2. Dunia Supranatural
Dunia Supranatural bagi Suku Dayak Pulau Kalimantan memang sudah sejak jaman dulu merupakan ciri khas kebudayaan Dayak. Asal para pembaca tahu saja karena supranatural ini pula orang luar negeri sana menyebut Dayak sebagai pemakan manusia ( kanibal ) . Tetapi walaupun begitu suku Dayak bukanlah seperti itu, sebenarnya suku Dayak cinta damai asal mereka tidak di ganggu dan ditindas semena-mena.
Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya. Contohnya, Manajah Antang. Manajah Antang merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang di cari pasti akan ditemukan.
Mangkok merah. Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. Panglima atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa pangkalima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa. Percaya atau tidak pangkalima itu mempunyai ilmu bisa terbang kebal dari apa saja seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya.
Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum diedarkan sang pangkalima harus membuat acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai perang. Dalam acara adat itu roh para leluhur akan merasuki dalam tubuh pangkalima lalu jika pangkalima tersebut ber Tariu ( memanggil roh leluhur untuk untuk meminta bantuan dan menyatakan perang ) maka orang-orang Dayak yang mendengarnya juga akan mempunyai kekuatan seperti pangkalimanya. Biasanya orang yang jiwanya labil bisa sakit atau gila bila mendengar tariu.
Orang-orang yang sudah dirasuki roh para leluhur akan menjadi manusia dan bukan. Sehingga biasanya darah, hati korban yang dibunuh akan dimakan. Jika tidak dalam suasana perang tidak pernah orang Dayak makan manusia. Kepala dipenggal, dikuliti dan di simpan untuk keperluan upacara adat. Meminum darah dan memakan hati itu, maka kekuatan magis akan bertambah. Makin banyak musuh dibunuh maka orang tersebut makin sakti.
Mangkok merah sebenarnya mangkok biasa saja terbuat dari tanah liat. Hanya di dalamnya tersimpan barang-barang yang penuh makna dan magis.
Menurut cerita turun-temurun mangkok merah pertama beredar ketika perang melawan Jepang dulu. Lalu terjadi lagi ketika pengusiran orang Tionghoa dari daerah-daerah Dayak pada tahun 1967. pengusiran Dayak terhadap orang Tionghoa bukannya perang antar etnis tetapi lebih banyak muatan politisnya. Sebab saat itu Indonesia sedang konfrontasi dengan Malaysia.
Menurut kepercayaan Dayak, terutama yang dipedalaman Kalimantan yang disampaikan dari mulut ke mulut, dari nenek kepada bapak, dari bapak kepada anak, hingga saat ini yang tidak tertulis mengakibatkan menjadi lebih atau kurang dari yang sebenar-benarnya, bahwa asal-usul nenek moyang suku Dayak pulau kalimantan itu diturunkan dari langit yang ke tujuh ke dunia ini dengan ÔÇ£Palangka BulauÔÇØ ( Palangka artinya suci, bersih, merupakan ancak, sebagai tandu yang suci, gandar yang suci dari emas diturunkan dari langit, sering juga disebutkan ÔÇ£Ancak atau KalangkangÔÇØ ).
3. Ritual Nahunan
Merupakan upacara khas suku Dayak Kalimantan yakni upacara memandikan bayi secara ritual menurut kebiasaan suku Dayak Kalimantan Tengah. Maksud utama dari pelaksanaan Nahunan adalah prosesi pemberian nama sekaligus pembaptisan menurut Agama Kaharingan(agama orang dayak asli dari leluhur) kepada anak yang telah lahir.
Upacara Nahunan
sendiri berasal dari kata "Nahun" yang berarti Tahun. Dengan
demikian, ritual ini umumnya digelar bagi bayi yang telah berusia setahun atau
lebih. Prosesi pemberian nama dianggap oleh masyarakat Dayak sebagai sebuah
prosesi yang merupakan hal sakral, karena alasan tersebut digelarlah upacara
ritual Nahunan.
Hasil pilihan
nama anak tersebut lantas dikukuhkan menjadi nama aslinya. Selain sebagai
sarana pemberian nama kepada anak, Nahunan juga dimaksudkan sebagai upacara
membayar jasa bagi bidan yang membantu proses persalinan hingga si anak dapat
lahir dalam keadaan selamat.
Upacara Ritual
Nahunan merupakan salah satu diantara "Lima Ritual Besar Suku Dayak
Kalteng" selain beberapa ritual lainnya seperti Upacara Ritual Dayak
Pakanan Batu dan Upacara Adat Dayak Manyanggar.
Masyarakat
Dayak khususnya Dayak di Pedalaman, hingga kini masih tetap setia melestarikan
asset budaya ini sebagai kekayaan khasanah budaya bangsa Indonesia, selain
untuk menghargai warisan leluhur, Suku Dayak meyakini jika keseimbangan antara
Manusia, Alam dan Sang Pencipta merupakan suatu hubungan sinergis yang harus
senantiasa tetap terjaga.
4. Upacara Adat Dayak Manyanggar.
Istilah Manyanggar berasal dari kata "Sangga". Artinya adalah batasan atau rambu-rambu. Upacara Manyanggar Suku Dayak kemudian diartikan sebagai ritual yang dilakukan oleh manusia untuk membuat batas-batas berbagai aspek kehidupan dengan makhluk gaib yang tidak terlihat secara kasat mata.
Ritual Dayak
bernama Manyanggar ini ditradisikan oleh masyarakat Dayak karena mereka percaya
bahwa dalam hidup di dunia, selain manusia juga hidup makhluk halus. Perlunya
membuat rambu-rambu atau tapal batas dengan roh halus tersebut diharapkan agar
keduanya tidak saling mengganggu alam kehidupan masing-masing serta sebagai
ungkapan penghormatan terhadap batasan kehidupan makluk lain. Ritual Manyanggar
biasanya digelar saat manusia ingin membuka lahan baru untuk
pertanian,mendirikan bangunan untuk tempat tinggal atau sebelum
dilangsungkannya kegiatan masyarakat dalam skala besar.
Melalui Upacara
Ritual Manyanggar, apabila lokasi yang akan digunakan oleh manusia dihuni oleh
makhluk halus (gaib) supaya bisa berpindah ke tempat lain secara damai sehingga
tidak mengganggu manusia nantinya.
5.Upacara Ritual Dayak Pananan Batu
Adalah ritual tradisional yang digelar setelah panen ladang atau sawah. Upacara Suku Dayak bernama Pakanan Batu ini dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur dan terimakasih kepada peralatan yang dipakai saat bercocok tanam sejak membersihkan lahan hingga menuai hasil panen.
Benda atau
barang dituakan dalam ritual dayak ini adalah batu. Benda ini dianggap sebagai
sumber energi, yaitu menajamkan alat-alat yang digunakan untuk becocok tanam.
Misalnya untuk mengasah parang, balayung, kapak, ani-ani atau benda dari besi
lainnya.
Selain
memberikan kelancaran pekerjaan, bagi para pemakai peralatan bercocok tanam
danberladang, batu dianggap pula telah memberikan perlindungan bagi si pengguna
peralatan sehingga tidak luka atau mengalami musibah saat membuka lahan untuk
becocok tanam.