Potensi Cagar Budaya SMA NEGERI 5 SAMARINDA
SMA Negeri 5 Samarinda, sejatinya adalah satu dari sekian sekolah awal di Samarinda, untuk jenjang sekolah lanjutan tingkat atas.
SMA Negeri 5, berdiri setelah SMA Negeri Samarinda di jalan Melati. SMA Negeri Samarinda ini, kemudian disebut SMA Negeri 1 Samarinda di jalan Bhayangkara, dan kini pindah ke jalan Anang Hasyim.
Sekolah ini adalah sekolah yang dibangun pada tahun 1975, dengan nama awal SMPP Negeri 55. SMPP adalah kependekan dari Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan (SMPP).
Beberapa guru dari SMA Negeri Samarinda, dimutasi ke SMPP Negeri 55 Samarinda, untuk membantu kegiatan belajar mengajar di sana.
Sekolah SMPP Negeri 55 ini, lebih dahulu ada ketimbang SMA Negeri 2 Samarinda (berdiri tahun 1981), dan seterusnya.
Pada sekolah lanjutan yang kejuruan, ada yang sudah ada lebih dulu, yakni:
1. Sekolah Teknik (ST, setara sekolah lanjutan tingkat pertama) dan Sekolah Teknik Menengah (STM, setara sekolah lanjutan tingkat atas) sejak tahun 1948, yang kini menjadi gedung SMP Negeri 21 Samarinda.
2. SMEA Negeri 1 Samarinda, yang ada sejak tahun 1964 (merujuk pada SK pendirian sekolah bernomor 610/b-3/Kedj/1964).
SEPINTAS TENTANG SMPP
Pada masa Orde Baru, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan periode Kabinet Pembangunan I pernah mengadakan proyek perintis sekolah komprehensif yaitu Sekolah Pembangunan.
Orientasi sekolah pembangunan adalah komprehensif yaitu dapat menampung semua siswa dari semua lapisan masyarakat dan membimbing mereka untuk dapat mencapai perkembangan diri sendiri secara maksimal sesuai dengan kecerdasan, bakat, dan minat masing-masing.
Berbeda dengan sekolah dengan orientasi kejuruan maka sistem komprehensif pada dasarnya hanya mengenai sistem tunggal yang melayani semua anak didik, baik yang akan segera terjun ke dunia kerja maupun yang mempunyai bakat, sikap, dan kemampuan untuk melanjutkan studinya.
Dengan demikian, diharapkan mereka dapat menjadi manusia yang memiliki kepribadian yang seimbang dan warga negara yang berjiwa makarya, yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Sesuai dengan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0236/0/1973 terhitung mulai tahun ajaran 1974, membuka Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan (SMPP) di banyak tempat di Indonesia, termasuk Samarinda.
Sambil diadakan uji coba sistem Sekolah Pembangunan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef pada tahun 1978 mulai mengambil langkah-langkah baru dalam usaha menciptakan satu sistem pendidikan nasional yang baru. Pendidikan nasional itu harus bersifat semesta, menyeluruh, dan terpadu. Untuk itu, dibentuk Komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional yang dipimpin oleh Prof. Dr. Slamet Iman Santoso. Laporan komisi ini telah selesai disusun tahun 1980.
Mulai tahun 1985-1986 Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan (SMPP) tidak ada kelanjutan dan mulai berganti nama menjadi Sekolah Menengah Atas (SMA).
SEPINTAS TENTANG SMA NEGERI 5 SAMARINDA
SMPP Negeri 55 sebagai sebutan awal untuk SMA Negeri 5 Samarinda, berdiri pada tahun 1975 dengan surat keputusan 0279/0/1975 tanggal 27 Nopember 1975 yang disyahkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dirjen Dikdasmen di Jakarta.
Sejak tahun 1985, namanya berubah menjadi SMA Negeri 5 Samarinda yang didirikan pada tanggal 19 Agustus 1985 berdasarkan Surat Keputusan SK Mendikbud RI No. SK : 0353/0/1985.
Kepala Sekolah yang pertama kali menjabat adalah Drs. ASNAWI ANANG ACIL tahun 1975 s.d 1981, selanjutnya .oleh DRS. H. ACHMADSYAH tahun 1981 s.d 1987(SK no: 54208/c/2/1983 tgl 30 Mei 1983). Pada periode pak Achmadsyah inilah, terjadi perubahan identitas sekolah, dari SMPP Negeri 55 ke SMA Negeri 5.
Pada masa sampai tahun 1990an, bagian tengah sekolah yang membentuk model huruf O, berupa taman terbuka dengan keberadaan kolam kecil yang dikelilingi pohon, jalan setapak berbahan semen.
Ada tembok dengan tinggi sekira 1.5 meter, membentuk kesan semacam ‘prasasti’, bertuliskan
“1975 kau datang
1985 kau pergi”
Tampaknya, untuk mengenang keberadaan SMPP Negeri 55 yang mengawali keberadaan sekolah ini pada tahun 1975, dan berganti identitas menjadi SMA Negeri 5 pada tahun 1985.
POTENSI BANGUNAN SMA NEGERI 5 SEBAGAI KANDIDAT BANGUNAN CAGAR BUDAYA
Saat ini, ada keberadaan Undang-Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Pada pasal 5 dari undang-undang tersebut, bunyinya adalah:
“Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
1. berusia 50 (lima puluh tahun) atau lebih;
2. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
3. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan
4. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Dalam tempo 5 tahun ke depan pada tahun 2025, SMA Negeri 5 akan berusia 50 tahun. Sebagian sayap bangunan (sekitar 50 persen) yang dibangun pada kurun waktu tersebut, telah bersalin menjadi bangunan baru.
Bangunan asli masih bisa dikenali pada bagian depan yang memanjang relatif barat timur, dan sayap bangunan lain yang berarah utara selatan, membentuk model L.
Model bangunan yang memanjang dengan struktur tiang bangunan menyangga ke arah sisi teras, menjadi standar bagi bangunan kala itu.
Pada bangunan sekolah ini, kenampakan jendela-jendela besar masih bisa dilihat.
Keberadaan jendela-jendela yang besar, merupakan bagian dari adaptasi desain bangunan kolonial yang masih amat mudah ditemui pada bangunan tahun 1950an, menyiasati kawasan Indonesia yang tropis dan bersuhu panas.
Keberadaan jendela besar pada ruang-ruang kelas di bangunan asli sekolah ini menarik, karena ada di kedua sisi kelas. Sisi yang menghadap teras luar, dan sisi yang menghadap ke lorong atau teras kelas. Jendela besar dengan sumbu putar untuk membuka dan menutup jendela, ada pada bagian tengah daun jendela.
Jendela ini, pada sisi kelas yang menghadap lorong kelas, berada pada sebelah atas dari kusen pintu kelas, dengan keberadaan memanjang sepanjang sisi kelas.
Pada sisi kelas yang menghadap ke teras luar, jendela ini ada pada sisi atas dari petak-petak kusen jendela nako yang berderet memenuhi sisi dinding. Namun, daun jendela pada sisi ini telah diganti menjadi model engsel di sebelah atas, dan sisi dalamnya diberi jeruji.
Pada banyak bagian kelas, kusen jendela model nako ini sudah berubah menjadi kusen kaca tunggal. Mungkin untuk meningkatkan faktor keamanan kelas, seiring perkembangan zaman. Kaca model nako, masih tampak pada ruangan tata usaha, dan sebagian ruang lain.
PENUTUP
Keberadaan bangunan potensi atau kandidat cagar budaya di kota Samarinda, harus dipahami oleh masyarakat sebagai bagian dari sejarah perkembangan wilayah.
Pemerintah kota Samarinda, wajib menjadi bagian dari pencetus upaya pengenalan, pencanangan, penetapan dan pelestarian benda, bangunan, struktur, lokasi yang merupakan kandidat atau potensi cagar budaya di kawasan ini. Lamin Etam